Jumat, 03 September 2010

Oral Lichen Planus

Oral Lichen Planus
Oral lichen planus (OLP) adalah suatu kondisi inflamatori autoimun kronis yang berdampak pada tepi mulut, biasanya tampak sebagai lesi berwarna putih. Oral lichen planus paling sering timbul pada mukosa pipi, tapi juga dapat timbul pada gingiva, bibir, dan bagian lain dari mulut. Oral lichen planus terkadang juga meliputi kerongkongan atau esophagus.
Walaupun oral lichen planus biasanya muncul pada usia pertengahan, oral lichen planus dapat muncul pada segala usia. Tahap awal terjadinya oral lichen planus dapat berlangsung selama mingguan atau bulanan. Akan tetapi sayangnya, oral lichen planus biasanya berupa kondisi kronis sehingga dapat bertahan selama beberapa tahun.

Etiologi
Penyebab pasti dari OLP tidak diketahui. Akan tetapi, kemungkinan berhubungan dengan alergi atau reaksi imun.

Gejala Klinis
Lichen planus tampak mengkilat, benjolan dengan permukaan yang rata seringkali dengan bentuk angular. Benjolan ini memiliki warna merah keunguan dengan dilapisi lapisan mengkilat membentuk kerak yang kuat. Penyakit ini dapat muncul pada kulit bagian mana saja, tetapi sering pada bagian dalam pergelangan tangan dan kaki, kaki bagian bawah, punggung, dan leher. Pada beberapa individual dapat terjadi pada mulut, regio genital, rambut, dan kuku. Lapisan yang tebal dapat muncul, terutama pada tulang kering. Lepuhan jarang terjadi. Benjolan dapat muncul pada area trauma pada beberapa individual. Sekitar dua puluh persen lichen planus pada kulit menimbulkan gejala minimal dan tidak membutuhkan perawatan. Tetapi, pada banyak kasus terjadi gatal-gatal yang konstan dan intens.
OLP tampak sebagai garis putih, papule putih, tanda-tanda putih, erythema, erosi, maupun lepuhan yang tampak mendominasi mukosa bukal, lidah, dan gingiva, walaupun juga muncul di tempat-tempat lain. OLP timbul pada 1-2 persen populasi umum orang dewasa dan merupakan penyakit mukosa oral non-infeksius yang paling banyak terjadi berdasarkan klinik patologi oral dan oral medicine. OLP timbul lebih banyak pada wanita dibanding pada laki-laki.

Gambaran klinis oral lichen planus
OLP timbul paling banyak pada usia dewasa di atas 40 tahun, meskipun juga terjadi pasa usia dewasa dibawah 40 tahun dan anak-anak. Lesi berbentuk khas bilateral dan sering tampak campuran subtipe klinis. Garis putih atau abu-abu dapat membentuk pola linear atau retikular pada latar erythematosus. Sebagai kemungkinan, mungkin terdapat area sentral ulserasi (erosi) dangkal dengan permukaan kekuningan (eksudat fibrinous) dikelilingi suatu area erythema. Hampir semua kasus OLP terdapat garis keratosik retikular pada beberapa area mukosa oral.
Karena itu, semua kasus penyakit mukosa oral harus diperiksa secara teliti. Lesi gingiva seringkali muncul sebagai erythema merah yang muncul pada keseluruhan lebar gingiva yang melekat, suatu kondisi yang belakangan disebut ”desquamative gingivitis”. OLP dapat dihubungkan dengan deposit melanin setengah coklat di mukosa oral (melanosis inflamatori), walaupun hal ini jarang terjadi pada orang yang berkulit normal. Permukaan dorsal lidah juga memiliki garis-garis pada beberpa penderita, tapi seringkali alternatif bentuk lain yaitu pola anular dimana garis keratosik membentuk lingkaran dengan ukuran bervariasi.
Penderita OLP dapat mengalami lesi kulit co-incident yang muncul seringkali sebagai papule violaceous tertutup lemak pruritik yang mendominasi aspek fleksor pergelangan tangan atau kaki, aspek ekstensor kaki, kulit punggung bawah, dan cleft natal. Beberapa penderita melaporkan ikut terlibatnya area genital dalam lesi kulit yang mirip. Terlibatnya kuku menyebabkan hiperkeratosis subungual, melanochya, onychoschizia, onychorrohexis, dan onycholysis. Kerusakan permanen matriks kuku menyebabkan pembentukan pterygium dan hilangnya kuku secara permanen (anonychia). Jarang ada keterlibatan laringeal, esofageal, dan konjungtival. Praktisi dental pada umumnya akan memeriksa pergelangan tangan, kulit kepala, dan kuku penderita. Deteksi lesi pada daerah ini dapat memperlancar penanganan yang tepat.
Sekitar dua pertiga penderita OLP melaporkan adanya ketidaknyaman oral. Sebagian besar kasus OLP simptomatis berhubungan dengan lesi atrofi (erythematosus) atau erosif (ulserasi). Gejala-gejala ini bervariasi dari sensitivitas mukosa sampai nyeri lemah yang berkelanjutan. Lesi OLP biasanya bertahan selama beberapa tahun dengan periode pembusukan dan periode pasif. Selama periode pembusukan, terdapat kenaikan erythema atau ulserasi dengan peningkatan nyeri dan sensitivitas. Selama periode pasif, terdapat penurunan penyebaran erythema atau ulserasi dengan penurunan nyeri dan sensitivitas. Penderita seringkali tidak menyadari OLP pasif yang secara khas tampak sebagai garis-garis putih samar atau papule. Pembusukan OLP dihubungkan dengan stres fisiologis dan kegelisahan, suatu keadaan yang dapat diprediksi hubungannya dengan kondisi yang berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem imun.
Lesi mukosa oral lichenoid dapat mengikuti administrasi obat sistemik, dengan periode kelambatan yang bervariasi.

Patologi Klinis
Data belakangan ini menunjukkan bahwa OLP adalah penyakit autoimun yang dimediasi Tsel dimana autositoksik CD8+Tsel memicu apoptosis sel epitel oral. Akan tetapi, penyebab pasti OLP tidak diketahui. Infiltrasi limfosit dalam OLP disusun hampir seluruhnya oleh sel T dan terutama sel T dalam epitelium dan yang berdekatan dengan keratinosit basal yang rusak diaktifkan oleh CD8+limfosit. Garis sel T dan klondari lesi lichen planus lebih sitotoksik terhadap lesi keratinosit autologous daripada garis sel T dan klon dari kulit normal penderita lichen planus. Klon sel T lesional lebih sitotoksik terhadap lesi keratinosit autologous dan keratinosit kulit normal daripada terhadap sel B autologous. Sebagian besar klon sitotoksik dari lesi lichen planus adalah CD8+ dan sebagian besar klon non-sitotoksik adalah CD4+. Aktivitas sitotoksik lesi klon sel T CD8+ sebagian diblok oleh anti-MHC kels I antibodi monoklonal. Oleh sebab itu, pembentukan lesi OLP awal, sel T lesional CD8+ dapat mengenali suatu antigen yang berhubungan dengan MHC kelas I pada lesi keratinosit. Setelah pengenalan dan aktivasi antigen, sel T CD8+ sitotoksik dapat memicu apoptosis keratinosit. Aktivasi sel T dan ekspansi klonal lebih lanjut dapat mendasari ekspresi reseptor Vß sel T terbatas dengan menginfiltrasi sel T ke OLP.10 Sel T CD8+ yang teraktivasi dapat melepaskan sitokin yang menarik limfosit tambahan kedalam lesi yang berkembang. Suatu tahap awal pembentukan lesi lichen planus dapat berupa ekspresi antigen keratinosit, kontak alergen pada material restorasi dental atau pasta gigi (reaksi hipersensitivitas kontak), trauma mekanis, (fenomena Koebner), infeksi viral, produksi bakteri atau agen yang tidak teridentifikasi. Antigen lichen planus tidak diketahui, walaupun antigen dapat berupa peptida sendiri sehingga membuat lichen planus suatu penyakit autoimun sejati. Peranan autoimunitas pada patogenesis penyakit didukung oleh banyak ciri autoimun OLP termasuk penyakit kronis, onset dewasa, predileksi wanita, hubungan dengan penyakit autoimun lainnya, hubungan tipe jaringan tertentu, depresi aktivitas imun supresor, pada penderita OLP dan adanya klon sel T autositotoksik pada lesi lichen planus.
Antigen-presenting cells (APC) harus melalui suatu proses diferensiasi terminal yang disebut maturasi uantuk menstimulasi respon sel T. Stimuli bagi maturasi APC meliputi trauma mekanis, macam-macam bahan kimia, alergen, blokade saluran ion, RNA viral, lipopolisakarida bakteri, dan HSPs.11 Oleh karena itu, lesi oral lichenoid berhubungan dengan trauma mekanis, restorasi dental, bahan pasta gigi, obat-obatan sistemik, infeksi viral atau produk bakteri dapat menyebabkan maturasi APC dengan stimulasi sel T lebih lanjut.
Pada tahap ini, mekanisme yang digunakan oleh CD8+ sel T sitotoksik memicu apoptosis keratinosit pada OLP tidak diketahui. Mekanisme tersebut dapat mengaktifkan kaspase riam yang berakibat apoptosis keratinosit.

Manajemen OLP
Perawatan LP bergantung pada gejala, perluasan dari keterlibatan oral dan ekstraoral secara klinis, riwayat medis, dan faktor lainnya. Pada kasus pasien dengan reaksi likenoid, faktor presipitasinya harus dieliminasi.
Pasien dengan OLP retikular dan asimptomatik lainnya umumnya tidak membutuhkan perawatan aktif. Luka mekanis atau iritan seperti tepi restorasi atau gigi tiruan yang tidak nyaman harus diberi perhatian serius dan perlu dibuat program untuk mengoptimalkan higienitas oral, terutama pada pasien LP gingival.
Pasien dengan lesi simptomatik juga membutuhkan perawatan, biasanya dengan obat, terkadang dibutuhkan terapi bedah.
Perawatan Obat
Perawatan dengan agen topikal lebih diutamakan untuk mencegah efek samping. Namun, agen sistemik mungkin dibutuhkan apabila lesi telah meluas, atau terjadi penyakit yang bersifat recalcitrant. Obat untuk OLP umumnya bersifat imunosupresif dan beberapa dikembangkan khusus untuk penyakit oral, konsekuensinya, kurang adanya studi yang mencukupi mengenai penggunaannya. Pasien harus diberi peringatan mengenai pentingnya mengikuti instruksi yang ada, terutama pada instruksi obat yang terdapat tulisan, “hanya untuk pemakaian luar”
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal dengan potensial sedang seperti triamcinolone, steroid poten yang terfluorinasi seperti fluocinolone acetonide dan fluocinonide, dan steroid superpoten terhalogenasi seperti clobetasol, terbukti efektif pada kebanyakan pasien. Eliksir seperti dexamethasone, triamcinolone dan clobetasol dapat digunakan sebagai obat kumur untuk pasien dengan keterlibatan oral yang difus/ menyebar atau pada kondisi dimana sulit untuk mengaplikasikan medikasi pada bagian tertentu di dalam mulut. Tidak terdapat data yang definitif untuk membuktikan steroid topikal dengan bahan adesif lebih efektif dibanding bentuk preparasi lainnya, walaupun telah digunakan secara luas.
Pasien harus dinstruksikan untuk mengaplikasikan steroid (ointment, spray, obat kumur atau bentuk lain) beberapa kali dalam sehari, untuk menjaga agar obat tetap berkontak dengan mukosa selama beberapa menit, dan pasien harus menunda makan atau minum selama satu jam setelahnya.
Mayoritas studi menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal lebih aman apabila diaplikasikan pada membran mukosa dalam interval waktu yang pendek, selama 6 bulan, namun terdapat potensi terjadinya supresi adrenal pada pemakaian dengan jangka waktu lama, terutama pada penyakit yang sudah kronis, sehingga membutuhkan follow up berkala dan penanganan yang lebih hati-hati. Supresi adrenal lebih sering terjadi pada pemakaian steroid sebagai obat kumur. Beberapa efek samping yang serius dapat muncul dari penggunaan kortikosteroid topikal, namun pada pasien OLP yang mengalami candidiasis sekunder, beberapa klinisi memberikan obat antifungal.
Agen Topikal Lainnya
Agen imunosupresan dan imunomodulator yang lebih poten seperti inhibitor calcineurin (ciclosporin, tacrolimus atau pimecrolimus) atau retinoid (tretinoin) dapat membantu. Ciclosporin dapat digunakan sebagai obat kumur namun mahal, kurang efektif dibanding clobetasol topikal dalam menginduksi perbaikan klinis OLP, walaupun dua jenis obat ini memiliki efek yang hampir sama dalam mengatasi gejala.
Tacrolimus, 100 kali lebih poten dibanding ciclosporin, menunjukkan efektifitas tanpa efek samping secara klinis pada beberapa studi klinis tanpa kelompok kontrol, namun mengakselerasi karsinogenesis kulit pada kulit sehingga Food and Drug Administration (FDA) membatasi penggunaannya. Saat ini, terdapat laporan yang menunjukkan kanker oral pada OLP yang diobati dengan tacrolimus.
Retinoid topikal seperti tretinoin atau isotretinoin telah cukup banyak digunakan pada pasien OLP, terutama bentuk atrofik-erosif, dengan perbaikan yang memuaskan namun retinoid memiliki efek samping dan kurang efektif jika dibanding kortikosteroid topikal.
Obat Sistemik
Beberapa kortikosteroid sistemik yang dianggap paling efektif untuk mengobati OLP, pada penelitian terkini menunjukkan tidak adanya perbedaan respon yang signifikan antara prednisone sistemik (1 mg/kg/hari) dengan clobetasol topikal pada bahan adesif dibandingkan dengan clobetasol saja. Kortikosteroid sistemik biasanya digunakan pada kasus dimana aplikasi topikal tidak berhasil, terdapat OLP recalcitrant, erosif atau eritrematous, atau pada OLP yang menyebar hingga kulit, genital, esofagus, dan kulit kepala. Prednisolone 40-80 mg tiap hari biasanya cukup untuk mendapat respon perbaikan; toksisitas yang mungkin timbul membuatnya hanya diresepkan apabila benar-benar dibutuhkan, pada dosis terendah, dan untuk jangka waktu terpendek yang paling memungkinkan. Harus diberikan pada jangka waktu yang mencukupi (5-7 hari) kemudian dihentikan, atau dosisnya dapat dikurangi 5-10 mg/ hari secara gradual selama 2-4 minggu. Efek samping dapat diminimalkan apabila pasien dapat menoleransi total dosis yang sama pada hari lainnya.
Bedah
Reseksi direkomendasikan pada plak yang terisolasi ataupun erosi yang tidak menyembuh, karena dengan prosedur ini dapat diambil spesimen jaringan untuk konfirmasi diagnosis secara histopatologis, dan dapat menyembuhkan lesi yang terlokalisir, namun hanya beberapa data yang mendukung hal tersebut. Graft jaringan lunak dapat diberikan pada OLP erosif, dan OLP simptomatik akan hilang secara menyeluruh dengan perawatan graft gingival setelah follow up 3.5 tahun. Namun, bedah periodontal juga dilaporkan dapat memicu OLP.
Cryosurgery telah digunakan secara khusus pada OLP erosif yang resisten terhadap obat, tetapi lesi ini dapat berkembang pada bekas lesi yang telah sembuh ataupun sembuh dalam bentuk jaringan parut.
Laser juga telah digunakan untuk merawat OLP; laser karbon dioksida digunakan pada lesi multisentrik atau area yang sulit dijangkau, dan laser eksimer 308 nm dengan dosis rendah terbukti cukup menjanjikan pada tiga kali percobaan, namun perlu bukti lebih lanjut untuk membukti efektifitasnya pada OLP, sebagaimana pada kasus terapi fotodinamik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar