Jumat, 03 September 2010

Candida Albicans

HUNIAN CANDIDA DI DALAM RONGGA MULUT

I. Tinjauan Pustaka
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 μ x 3-6 μ hingga 2-5,5 μ x 5-28 μ .
C. albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit. Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar 8-12 μ.
Morfologi koloni C. albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape. Dalam medium cair seperti glucose yeast, extract pepton, C. albicans tumbuh di dasar tabung.
Pada medium tertentu, di antaranya agar tepung jagung (corn-meal agar), agar tajin (rice-cream agar) atau agar dengan 0,1% glukosa terbentuk klamidospora terminal berdinding tebal dalam waktu 24-36 jam.
Pada medium agar eosin metilen biru dengan suasana CO2 tinggi, dalam waktu 24-48 jam terbentuk pertumbuhan khas menyerupai kaki laba-laba atau pohon cemara. Pada medium yang mengandung faktor protein, misalnya putih telur, serum atau plasma darah dalam waktu 1-2 jam pada suhu 37oC terjadi pembentukan kecambah dari blastospora.
C. albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28oC - 37oC. C. albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada C. albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana aerob. Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai oleh C. albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel.
C. albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon.
Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa.
Dinding sel C. albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya. C. albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari berat kering dinding sel, -1,3-D-glukan dan *1,6-D-glukan sekitar 47-60 %, khitin sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 %. Dalam bentuk ragi, kecambah dan miselium, komponen-komponen ini menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel ragi. Dinding sel C. albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Segal dan Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sel C. albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Membran sel C. albicans seperti sel eukariotik lainnya terdiri dari lapisan fosfolipid ganda. Membran protein ini memiliki aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase, ATPase dan protein yang mentransport fosfat. Terdapatnya membran sterol pada dinding sel memegang peranan penting sebagai target antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat bekerjanya enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel. Mitokondria pada C. albicans merupakan pembangkit daya sel. Dengan menggunakan energi yang diperoleh dari penggabungan oksigen dengan molekul-molekul makanan, organel ini memproduksi ATP.
Seperti halnya pada eukariot lain, nukleus C. albicans merupakan organel paling menonjol dalam sel. Organ ini dipisahkan dari sitoplasma oleh membran yang terdiri dari 2 lapisan. Semua DNA kromosom disimpan dalam nukleus, terkemas dalam serat-serat kromatin. Isi nukleus berhubungan dengan sitosol melalui pori-pori nucleus. Vakuola berperan dalam sistem pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan lipid dan granula polifosfat. Mikrotubul dan mikrofilamen berada dalam sitoplasma. Pada C. albicans mikrofilamen berperan penting dalam terbentuknya perpanjangan hifa.C. albicans mempunyai genom diploid. Kandungan DNA yang berasal dari sel ragi pada fase stasioner ditemukan mencapai 3,55 μg/108sel. Ukuran kromosom Candida albicans
sampai 10 diperkirakan berkisar antara 0,95-5,7 Mbp. Beberapa metode menggunakan Alternating Field Gel Electrophoresis telah digunakan untuk membedakan strain C. albicans. Perbedaan strain ini dapat dilihat pada pola pita yang dihasilkan dan metode yang digunakan. Strain yang sama memiliki pola pita kromosom yang sama berdasarkan jumlah dan ukurannya. Steven dkk (1990) mempelajari 17 strain isolat C. albicans dari kasus kandidosis. Dengan metode elektroforesis, 17 isolat C. albicans tersebut dikelompokkan menjadi 6 tipe. Adanya variasi dalam jumlah kromosom kemungkinan besar adalah hasil dari chromosome rearrangement yang dapat terjadi akibat delesi, adisi atau variasi dari pasangan yang homolog. Peristiwa ini merupakan hal yang sering terjadi dan merupakan bagian dari daur hidup normal berbagai macam organisme. Hal ini juga seringkali menjadi dasar perubahan sifat fisiologis, serologis maupun virulensi. Pada C. albicans, frekuensi terjadinya variasi morfologi koloni dilaporkan sekitar 10-2 -4 dalam koloni abnormal. Frekuensi meningkat oleh mutagenesis akibat penyinaran UV dosis rendah yang dapat membunuh populasi kurang dari 10%. Terjadinya mutasi dapat dikaitkan dengan perubahan fenotip, berupa perubahan morfologi koloni menjadi putih smooth, gelap smooth, berbentuk bintang, lingkaran, berkerut tidak beraturan, berbentuk seperti topi, berbulu, berbentuk seperti roda, berkerut dan bertekstur lunak.
KLASIFIKASI
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans (C.P. Robin) Berkhout 1923
Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans

II. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui perbedaan hunian candida albicans di dorsum dan ujung lidah.
2. Mengetahui perbedaan hunian candida albicans di sulkus gingiva.

III. Obyek Praktikum
Hasil smear ujung lidah dan dorsum lidah, gigi, gingival dan sulkus gingiva.

IV. Alat dan Bahan
Alat :
a. Spatula semen
b. Sendok es krim dan kayu
c. Cotton bud
d. Obyek glass
e. Cover glass
f. Mikroskope
Bahan :
a. Swab mukosa rongga mulut
b. KOH 10%

V. Cara Kerja
1. Menyediakan obyek glass yang bersih dan bebas lemak. Kemudian menetesi larutan KOH sebanyak 1-2 sebanyak 1-2 tetes dimana di atas glass obyek tadi.
2. Menyiapkan sampel yang akan dijadikan obyek penelitian. Sampel disuruh kumur dengan akuades steril.
3. Kemudian melakukan pengambilan sedian yang ada pada tujuan penelitian.
4. Setelah didapatkan sediannya menaruh dalam glass obyek yang telah ditetesi KOH 10% dan mengadu sampai temperatur rata.
5. Menutup preparat basah tersebut dengan menggunakan cover glass
6. Memeriksa di bawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 40x apakah ada spora dan hifa dari jamur di dalam sediaan tadi.
7. Hasil dari pemeriksaan tersebut :
a. (-) = tidak ditemukan spora maupun hifa.
b. (+) = ditemukan spora 1-5 buah, hifa tidak padat.
c. (++) = ditemukan spora 5-10 buah, hifa agak padat.
d. (+++) = ditemukan spora dari 10, hifa padat.

VI. Hasil Praktikum

Sediaan hapusan (preparat) Hasil pemeriksaan Keterangan
Dorsum lidah + Spora 1 buah, hifa tidak padat

VII. Pembahasan
Dari hasil pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x didapatkan jumlah spora dan hifa yang dibentuk oleh candida albicans pada dorsum, lidah. Pada dorsum lidah ditemukan spora sebanyak 1 buah koloni dan hifanya tidak padat. Hal ini dikarenakan glikoprotein saliva menutupi dan melunasi mukosa pada dorsum lebih banyak aktivitas metabolisme dan pertumbuhan serta perkembangan candida juga lebih besar. Selain itu dorsum juga mengandung banyak papila-papila yang bentuknya cekung. Cekungan-cekungan tersebut sebagai tempat retensi makanan dan saliva.

VIII. Kesimpulan
1. Hunian candida albicans paling banyak terdapat pada dorsum lidah.
2. Candida albicans merupakan jamur yang bersifat oportunistik yaitu jamur yang sebelumnya tidak patologis, akan menjadi patologis bila ketahanan tubuh manusia menurun.
3. Sebagian besar individu dalam keadaan normal sudah mengandung organisme candida albicans dan terdapat perbedaan hunian candida albicans pada tiap regio di rongga mulut.

DAFTAR PUSTAKA


Tim penyusun. 2009. Petunjuk Praktikum Blok Stomatognatik. Jember : UNEJ.

Jewetz, dkk. 1986. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan. Jakarta : EGC.

Anonim, 2004, Candida albicans, http://en.wikipedia.org/wiki/Candida_albicans, diakses tanggal 8 Maret 2008

1 komentar:

  1. Unfortunately there are a lot of AIDS/Herpes denials on Herbal cures still out there. I did research on them after I was tested HIV/Herpes positive I was so worried am I going to die soon. I continue my search again on herbal remedy for Std, then I found lots of testimony on how Dr Itua Herbal Medicine Cured HIV/Aids, Herpes Virus,Copd,HPV,Cancer, Hepatitis,Shingles, Diabetes,Epilepsy,Infertility, On websites sharing their testimonies, which made much more sense to me. All the authors pronounce Dr Itua As a man with Good Heart, I pick interest in their testimonies and I contact him about my situation then he gave me procedure how it works, I proceed after one week he courier his Herbal Medicine to me and instruct me on how to drink it for two weeks to cure. I receive His Herbal Medicine so I drank it for two weeks as I was told then after 2 days I go for a test I found out I was cured from HIV/Aids & Herpes Virus, I pay homage to him 2 months ago to his country to celebrate with him on his African festival which he told me it usually happens every year. I know there are lots of (HIV)/Aids Herpes Virus denials of Herbal Remedy movement the same few doctors and they represent a very small fraction of the community. I could have died because I refused Natural Herbs Cures for so long, but luckily, by the grace of God I am alive to tell my story. Contact Info...Whatsapp Number...+2348149277967,Email...drituaherbalcenter@gmail.com/My Instagram Username...avat5634 Just in case you need someone to talk with.

    BalasHapus