Jumat, 03 September 2010

Crohn Disease

Crohn Disease (Enteritis Regional)

Enteritis regional, ileokolitis, atau penyakit Crohn merupakan suatu penyakit oeradangan garanulomatosa kronis pada saluran cerna yang sering terjadi berulang. Secara klasik penyakit ini mengenai ileum terminalis, walaupun dapat juga mengenai setiap bagian saluran cerna. Penyakit ini biasanya timbul pada orang dewasa muda dalam usia dekade kedua atau ketiga dan lebih sering lagi terjadi dalam usia dekade keenam. Laki-laki dan perempuan terserang penyakit ini dalam perbandingan yang kira-kira sama. Penyakit Crohn cenderung bersifat familial dan paling sering terjadi pada kulit putih dan Yahudi.
Etiologi enteritis regional tidak diketahui. Walaupun tidak ditemukan adanya autoantibodi, enteritis regional diduga merupakan suatu reaksi hipersensitivitas atau mungkin disebabkan oleh agen infektif yang belum diketahui. Teori-teori ini dikemukakan karena adanya lesi-lesi granulomatosa yang mirip dengan lesi jamur dan tuberkulosis paru.
Terkadang beberapa persamaan yang menarik antara enteristis regional dan kolitis ulserativa. Keduanya adalah penyakit radang, walaupun lesinya berbeda. Kedua penyakit ini bermanifestasi di luar saluran cerna yaitu uveitis, artritis, dan lesi kulit yang identik. Merokok adalah faktor resiko terjadinya penyakit Crohn, tetapi tidak pada kolitis ulseratif (Rubin Hanauer, 2000).

Patologi
Enteritis regional mengenai ileum terminalis ada sekitar 75% kasus, dan mengenai kolon pada sekitar 35% kasus. Esofagus dan lambung lebih jarang terserang penyakit ini. Dalam beberapa keadaan, terjadi lesi ”melompat”, yaitu bagian usus yang sakit dipisahkan oleh daerah-daerah usus normal sepanjang beberapa inci atau kaki.
Lesi ini diduga mulai terjadi dalam kelenjar limfe dekat usus halus, yang akhirnya menyumbat aliran saluran limfe. Selubung submukosa usus jelas menebal akibat hiperplasia jaringan limfoid dan limfedema. Dengan berlanjutnya proses patogenik, segmen usus yang terserang menebal sedemikian rupa sehingga kaku seperti selang kebun. Lumen usus menjadi sangat menyempit, sehingga hanya dilewati sedikit aliran barium, menimbulkan ”tanda senar (string sign)” yang terlihat pada pemeriksaan radiografi. Seluruh dinding usus biasanya terserang. Mukosa seringkali meradang dan timbul tukak disertai eksudat putih berwarna abu-abu. Daerah yang bertukak ini memiliki gambaran fisura dan granulomatosa batu koral.

Gambaran Klinis
Gejala dan tanda enteritis regional sangat bergantung pada stadium penyakit yang masih dini atau sudah lanjut, dan sesuai dengan bangian saluran cerna yang terserang. Gejala yang sering ditemukan adalah diare intermiten ringan (dua sampai lima kali per hari), nyeri kolik pada abdomen bagian bawah, dan malaise yang makin bertambah setelah periode bertahun-tahun. Penderita penyakit ini yang lebih berat dapat mengalami defekasi cair dalam frekuensi sering disertai dengan darah dan pus dalam feses. Beberapa penderita mengalami steatore, penurunan berat badan, anemia, dan manifestasi malabsorbsi lainnya. Pasien juga sering mengalami demam ringan.
Sebagian penyulit bersifat khas untuk enteritis regional. Stenosis yang terjadi dapat menyebabkan timbulnya gejala muntah dan tanda obstruksi usus lainnya. Obstruksi ureter kanan dan hidronefrois dapat terjadi akibat kompresi eksternal pada ureter oleh masa ileum. Lesi bertukak dapat mengalami perforasi melalui dinding usus dan menyebabkan terjadinya peritonitis. Perforasi yang lebih sering terjadi adalah perforasi tertutup dan berbentuk fistula antara lengkung usus, sedangkan yang lebih jarang terjadi adalah perforasi yang melibatkan kandung kemih dan vagina. Tukak, abses, dan fistula sering terjadi pada daerah peranal dan perirektal. Fistula eksterna pada dinding anterior abdomen juga dapat terjadi. Demam tinggi biasanya berkaitan dengan peradangan yang luas atau komplikasi seperti fistula dan abses.
Hingga 30% penderita penyakit ileum biasanya menderita batu empedu. Timbulnya penyakit ileum yang luas menyebabkan terjadinya malabsorbsi garam empedu yang berkaitan dengan menurunnya lengkung garam empedu dan meningkatnya pembentukan batu empedu. Pasien ini juga cenderung mengalami pembentukan batu oksalat urine akibat meningkatnya absorbsi oksalat dalam kolon. Diare yang menyebabkan terjadinya dehidrasi adalah faktor resiko tambahan untuk terjadinya pembentukan batu ginjal.
Manifestasi penyakit ini di luar saluran cerna adalah artritis, uveitis, dan lesi kulit, tetapi manfestasi ini lebih jarang terjadi dibandingkan pada kolitis ulseratif.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, perubahan dalam pemeriksaan radiografi, adanya keterlibatan kolon atau rektum, dan perubahan hasil biopsi yang memperlihatkan adanya lesi granulomatosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar