Jumat, 03 September 2010

Degenerasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penderita wanita lansia usia 55 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut dengan keluhan gigi tiruan yang dipakai sejak 2 tahun yang lalu makin lama makin longgar dan mudah lepas. Dari anamnesa penderita sering mengeluh kakinya sering linu, haid mulai tidak teratur sejak 1 tahun yang lalu. Oleh dokter yang merawat dikatakan pasien tersebut menderita osteoporosis. Dari hasil pemeriksaan klinis terdapat rasa sakit di daerah depan telinga bila ditekan. Pemeriksaan intra oral alveolar ridge rahang atas dan rahang bawah flat. Pada lidah ditemukan rasa sakit yang episodic, tidak spesifik baik lokasi maupun waktunya. Penderita juga mengeluh rasa kering pada rongga mulutnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa sajakah macam-macam jenis degenerasi hubungannya dengan penuaan?
2. Bagaimana etiologi dari terjadinya degenerasi hubungannya dengan penuaan?
3. Bagaimana patogenesis dari degenerasi hubungannya dengan penuaan?
4. Bagaimana hasil pemeriksaan klinis, HPA, dan radiologis dari degenerasi hubungannya dengan penuaan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui macam-macam jenis degenerasi hubungannya dengan penuaan.
2. Mengetahui etiologi dari terjadinya degenerasi hubungannya dengan penuaan.
3. Mengetahui patogenesis dari degenerasi hubungannya dengan penuaan.
4. Mengetahui hasil pemeriksaan klinis, HPA, dan radiologis dari degenerasi hubungannya dengan penuaan

1.4 Mapping Permasalahan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Proses menua adalah proses fisiologis yang dialami oleh semua manusia seiring dengan bertambahnya usia. Meskipun proses ini berusaha dihindari, tetapi tetap harus dijalani. Kemunduran fungsi merupakan salah satu akibat proses menua. Sendi temporomadibula sebagai suatu sistem stomatognatik tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kesatuan dengan gigi dan otot, sehingga gangguan gigi dan atau otot akan mengakibatkan gangguan sendi. Temporomandibula, sebagai sebuah sendi, akibat proses menua dapat mengalami kemunduran pada otot, tulang ataupun meniskusnya sehingga mengalami remodeling, artritis atau efek dari berkurangnya dimensi vertikal.
Osteoartritis menyebabkan berkurangrya kemampuan gerak sendi. Remodeling merupakan proses resorpsi dan pembentukan tulang. Gigi tiruan yang tidak adekuat menyebabkan resorpsi tulang alveol,pengurangan dimensi vertikal sehingga akan mempengaruhi sendi. Perawatan sendi dilakukan berupa suport dengan fisioterapi dan terapi okupasional serta membuat gigitiruan yang baru.
Pada proses menua terjadi degenerasi, penipisan mukosa, hiposalivasi, penurunan aktivitas dan massa otot. Sendi temporomandibula mengalami artritis dan osteoporosis akibat beban berlebihan, usia pemakaian sendi dan pencabutan gigi dalam jumlah banyak tanpa penggantian. Penggunaan gigitiruan harus disesuaikan dengan keadaan pasien usia lanjut serta diikuti dengan pembuatan gigitiruan baru jika sudah tidak cocok lagi.Telah banyak perhatian ditujukan pada pentingnya sistem kunyah yang sehat pada kelompok masyarakat usia lanjut,
Gerodontologi sebagai ilmu mengenai pengaruh usia pada jaringan gigi dan mulut berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Walls & Barnes, mengatakan bahwa seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, gigi relatif dapat bertahan lebih lama. Untuk itu diperlukan penanganan khusus atas jaringan mulut bagi individu usia lanjut.

Fisiologi dan biokimia jaringan lunak dan keras
Tulang sebagai pendukung gigi dan GT, sangat dinamis dan aktif secara fisiologis. Matriks tulang terdiri dari bagian organik dan bagian anorganik. Bagian organik disusun oleh matriks kolagen dan bagian anorganik disusun oleh kristal hidroksi apatit. Pembentukan dan resorpsi tulang (homeostasis) terjadi maksimal pada masa remaja dan menurun bertahap selama masa dewasa. Penurunan ini Dipercepat oleh proses menua. Tulang diliputi oleh mukosa gingiva. Selama proses menua, kelenjar lemak meningkat dan permukaan mukosa tampak halus serta pembuluh darah lingual menonjol; ini mungkin berhubungan dengan menipisnya epitel mukosa karena menurunnya proliferasi sel, Selain itu, mukosa mengalami pengasaran serabut kolagen dan kemunduran elastisitas. Mukosa menjadi peka akibat penurunan drastis produksi saliva (hiposaliva).
Otot dan sendi temporomandibula (Sendi TM) adalah sendi antara rahang bawah dan kranium. Sendi ini dibentuk oleh kondil mandibula dan fossa glenoid, kiri dan kanan. Kedua komponen tersebut dipisahkan oleh meniskus sendi, yang merupakan jaringan fibrosa padat, menjadi ruang sendi atas dan bawah. Di ruang sendi atas terjadi gerakan meluncur dan bagian bawah berfungsi sebagai sendi engsel. Selain itu juga terdapat kapsul dan ligamen sendi yang membatasi pergerakan sendi ke depan dan ke bawah. Permukaan sendi ini dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa padat dan avaskuler. Hal ini menyebabkan sendi tidak dapat memikul beban karena tidak dilapisi oleh kartilago hialin.
Ada empat otot kunyah utama, yaitu masseter, temporalis, dan otot pterigoideus lateral dan medial. Saat berfungsi, komponen-komponen sendi saling bekerja sama. Misalnya gerakan protrusi diawali kontraksi otot yang akan manarik kondil dan meniskus ke depan dan ke bawah mengikuti eminensia sendi.

Perubahan fisiologis pada proses menua
Umumnya individu usia lanjut akan mengalami pengurangan jumlah gigi. Berkurangnya gigi, terutama gigi posterior telah diindikasikan sebagai penyebab gangguan sendi TM karena kondil mandibula akan mencari posisi yang nyaman pada saat menutup mulut. Hal inil memicu perubahan letak kondilus pada fossa glenoid dan menyebabkan kelainan pada sendi TM.
Kelainan oklusal akibat hilangnya gigi menghasilkan stres melalui sendi dan menyebabkan ganguan fungsi sendi. Griffin (1979) sebagaimana yang dikutip oleh Soikkonen menulis bahwa degenerasi sendi TM berhubungan dengan hilangnya gigi, terutama gigi-gigi molar; tetapi GT tidak diperlukan jika masih ada sepuluh kontak oklusal. Mungkin ini benar dalam hal ada kestabilan oklusi, tetapi akan menyebabkan stres pada sendi dan atrofi pada ridge alveol karena kurang difungsikan. Tulang alveol dipertahankan bentuknya karena adanya tarikan ligamentum periodontal; oleh karena itu, setelah pencabutan gigi, prosesus alveol akan mengalami resorpsi karena kurang difungsikan. Penggunaan GT setelah pencabutan gigi, lebih memiliki daya tekan daripada daya tarik, hal inilah yang menyebabkan resorpsi tulang. Kekuatan dan massa otot mulut (jumlah unit motorik fungsional) menurun seiring dengan proses menua. Dikatakan pula bahwa proses menua mengakibatkan kontraksi otot bertambah panjang saat menutup mulut. Hal ini menyebabkan kerja sendi lebih kompleks.
Perubahan sendi temporomandibula Struktur dan fungsi jaringan konektif mengalami sintesis dan degradasi makromolekul sel dan ekstraseluler secara kontinyu. Proses remodeling ini adalah daptasi biologis terhadap lingkungan, yaitu respon stres biomekanis. Adaptasi morfologi akan meminimalkan stres biomekanis.Sejak usia dewasa muda, tulang rahang terus mengalami remodeling . Remodeling dianggap menyebabkan penebalan jaringan pada permukaan sendi, misalnya produksi osteosit, sebagai respon terhadap perubahan lingkungan, misalnya sebagai kompensasi gigi yang telah dicabut Sedangkan menurut Meikle kegagalan menahan stres biomekanis menyebabkan degenerasi prematur jaringan fibrosa sendi seperti resorpsi tulang subartikular.
Akibat proses menua, jaringan sendi mengalami reduksi sel yang progresif sehingga hanya tersisa sedikit kondrosit dan fibroblas yang kemudian menjadi fibrokartilago. Akibatnya terjadi penipisan meniskus sendi dan dapat mengalami artritis.
Remodeling terjadi pada bagian anterior dan posterior kondil, medial dan lateral eminensia sendi, dan atap fossa glenoid. Derajat remodeling tidak berhubungan dengan usia tetapi sangat berhubungan dengan kehilangan gigi. Soikkonen dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa lebih dari 95% individu memberikan gambaran osteoartritis. Gambaran radiografik kondil yang utama adalah sklerosis subkondral sehingga permukaan sendi menjadi rata karena erosi dan celah sendi menjadi sempit. Secara histologis, terlihat bahwa stres mekanis menyebabkan pemanjangan ligamen posterior meniskus, diikuti pergeseran ventromedial yang menyebabkan tidak adekuatnya aliran darah sehingga terjadi iskemia di daerah tersebut dan terjadi resorpsi tulang.

Gangguan sendi temporomandibula
Keadaan yang jamak ditemui adalah osteoartritis dan osteoporosis terutama pada wanita menopause; hal ini meningkatkan risiko fraktur. Pemberian estrogen dapat mencegah atau mengurangi osteoporosis. Manifestasi osteoartritis adalah rasa nyeri, pembesaran sendi dan keterbatasan gerak. Penanganan yang dilakukan berupa suport dengan fisioterapi serta terapi okupasional. Pengobatan dapat dengan analgesik dan anti-inflamasi non-steroid. Pada keadaan artritis, sering ditemukan nodul-nodul kalsifikasi di permukaan artikular sendi. Selain itu, ukuran kondil mandibula menjadi kecil dan permukaan artikular menjadi rata.
Perubahan seluler sendi pada proses menua, disertai stres dan trauma akan menyebabkan degenerasi seluler yang memperberat pengaruh menua. Hal ini menyebabkan remodeling tulang pada daerah subkondral, yang dideteksi secara radiografi dengan adanya peningkatan kepadatan tulang (sklerosis), sebagai awal dari osteoartritis. Tulang yang kaku ini tidak lagi efektif menahan beban sehingga terjadi peningkatan tekanan pada kartilago sendi. Artritis rematoid menyerang 2,5% populasi. Kartilago sendi mengalami erosi dan terjadi degenerasi struktur pendukung sendi. Penurunan kemampuan merupakan keadaan sekunder artritis rematoid; yang paling sering terjadi sebagai bagian dari proses menua berupa penurunan drastis kolagen pada permukaan sehingga kolagen tidak dapat menahan beban.

BAB III
PEMBAHASAN

Degenerasi Berdasarkan Deposit Timbunan Bahan-bahan Metabolik
Degenerasi merupakan kemunduran sel oleh karena padanya terjadi gangguan metabolisme sehingga tertimbun (akumulasi) bahan-bahan metabolit, yang normal tidak tampak dalam jumlah sedikit, sehingga sel menjadi bengkak dan sakit.
Etiologi: rangsangan sub letal
Sifat: reversible
Degenerasi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu pembengkakan sel dan perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel timbul jika sel tidak dapat mengatur keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam sitoplasma dan terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubahan perlemakan dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolisme lemak seperti sel hepatosit dan sel miokard.
Macam-macam proses degenerasi (tergantung macam bahan yang terganggu metabolismenya)
• Degenerasi lemak (lemak)
• Degenerasi keruh (H2O)
• Degenerasi lender/complek (sel hidrat arang dan protein)
• Degenerasi hyaline (protein)
• Degenerasi lemak Amiloid (Glocoprotein)
• Zanker (Asam lactic)

1. Degenerasi Lemak
Ialah timbunan lemak yang abnormal dalam sel yang sakit, dapat terjadi pada hepar, jantung, ginjal dan pulpa.
Etiologi: - Anoxia
- Infeksi
- Intoksikasi Zat Kimia (Chlour, Phospor, Bishmath, Arsen)
- Malnutrisi
- Diabetes Militus
Infiltrasi Lemak / jaringan lemak
Ini bias disebut juga stroma/fatty infiltration
Ialah timbunan lemak diantara jaringan ikat (jantung, pancreas) pada penderita obesitas, tidak menyebabkan gangguan fungsi.

2. Degenerasi Lendir
Degenerasi Complex= H.A + PROTEIN
Bahan lendir tubuh diproduksi oleh jaringan ikat, yaitu oleh fibroblast Mucopoly Sacharida / Mlyxoid . Ini digunakan sebagai zat perekat antar sel jaringan ikat. Ini juga berfungsi sebagai shock absorber dan sebagai pertahanan jaringan ikat (menstion serangan kuman).
Mukus adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir dengan komposisi yang bermacam-macamdan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel serta dapat pula sebagai matriks jaringan ikat longgar tertentu.
a. Degenerasi Miksomatik
Degenerasi miksomatik merupakan akumulasi yang berlebihan dari konjugat yang berasal dari karbohidrat. Konjugat ini dari mukopolisakarida tersebar dalam tubuh substansi dasar dari jaringan ikat dan kartilago. Keadaan ini menunjukkan adanya musin di daerah interselular dan memisahkan sel-sel stelata.
Pembentukan jaringan ikat “miksomatosa” yang tampak seperti jeli Wharton dan secara histologik terdiri dari sel berbentuk stelata dalam suatu matriks mukoid. Terdapat dalam banyak jaringan ikat, tetapi khususnya dalam jaringan fibrosa dan ditemukan pada penyakit kolagen, dalam pembuluh darah, khususnya medionekrosis dari aorta, dan pada sebagian besar tumor jaringan ikat.
b. Degenerasi Mukoid (degenerasi pada lender epitel)
Degenerasi mukoid digunakan pada produksi sejumlah besar sekresi musinosa oleh sel.
Musin dapat dijumpai dalam sel, dan mendesak inti ketepi seperti pada adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel gaster yang memiliki sifat ganas dan mengandung musin. Musin tersebut akan mendesak inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin dan dinamakan signet ring cell.
Produksi yang berlebihan dari musin epithelial berkaitan dengan degenerasi sel-sel padfa peradangan kataral. Produksi mucus yang berlebihan pada tumor dapat terjadi pada kangker “koloid”, kistadenoma musinosum dari ovarium dan adenoma “pleomorfik” dari kelenjar salivarius.

3. Degenerasi Hyalin
Degenerasi Hyalin merupakan degenerasi yang menyangkut metabolisme berbagai macam bahan proteih hyaline. Umumnya degenerasi hyaline merupakan perubahan dalam sel atau rongga ekstraseluler yang memberikan gambaran homogen, cerah dan berwarna merah muda dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin.
Degenerasi Hyalin klinisnya adalah jaringan parut (Cicatrix), jaringan bekas luka yang mengeras karena mengandung timbunan Hyalin; neoplasma uterus (myoma), aterio Seterosis; Glunerulo Nephitis cronica; Radang menahun pada jaringan elostis dinding pembuluh darah; deficiensi vitamin A dapat menyebabkan kulit kasar dan kaku; dan adanya virus hepatitis.
Pada gambaran histologik terdapat timbunan hyalin inter celluler pada jaringan ikat. Ini diamati dengan menggunakan pengecatan H E : Hyalin, dan terlihat homogen, transparan merah muda. Degenerasi Hyaline ini tidak reversible (kelas barat) pada derajat yang berat.

4. Degenerasi Keruh / Zat Protein
Pembengkakan sel adalah manifestasi awal sel terhadap semua jejas sel. Morfologi yang sulit dilihat dengan mikroskop cahaya. Bila pembengkakan sel sudah mengenai seluruh sel dalam organ, jarinagn akan nampak pucat, terjadi peningkatan turgor, dan berat organ.
Contoh dari degenerasi albumin adalah epitel tubulus ginjal yang mengalami penyakit pielonefritis kronis. Gambaran histologiknya menunjukkan epitel tubulus membengkak sehingga lumen tubulus tidak built lagi, tetapi membentuk bintang, dan sitoplasma sel nampak bergranular serta dinding sel menjadi tidak jelas.

5. Degenerasi Hidropik
Degenerasi hidropik merupakan jejas yang reversible dengan penimbuna intraselular yang lebih parah jika dibandingkan degenerasi albumin. Etiologinya dianggap sama dengan pembengkakan sel, hanya intensitas rangsang patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsangan patologik tersebut lebih lama.
Krakteristik dengan penumpukan air lanjut dalam sel. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan mitokondria yang nyata, terhentinya produksi ATP dan kegagalan dari “pompa natrium”, yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotic dalam sel. Perubahan dalam permeabilitas membran sel terhadap zat lain dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan toksik.
Selain itu dapat disebkan oleh gangguan air dan elektrolit yang berat, khususnya kehilangan kalium. Bahan-bahan fisiko-kimiawi, contohnya luka baker, terseduh, kloroform dan karbon tetraklorida. Keadaaan efektif dan setelah cloudy swelling, jika berlangsung lama.
Degenerasi hidropik ini biasanya terdapat pada sel hepar dan tubulus kontortus ginjal.
Gambaran makroskopis organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi lebih besar dan lebih berat daripada normal dan juga tampak lebih pucat.
Gambaran mikroskopik menunjukkan sel membengkak menyebabkan desakan pada kapiler-kapiler organ seperti kapiler pada sinusoid hati. Bila pada penimbunan air dalam sel berlanjut karena jejas terhadap sel semakin berat, akan timbul vakuola-vakuola kecil dan nampak cerah dalam sitoplasmik. Sehingga nampak vakuola-vakuola kecil sampai besar pada sitoplasma.

6. Degenerasi Amiloid
Degenerasi amiloid ini memiliki kesamaan dengan degenerasi hyaline. Degenerasi amiloid memiliki sifat diantaranya memberikan reaksi khusus pada pengecatan, selektif dalam deposisinta (ada dua bagian tubuh yang terpilih/ tidak seluruhnya/selektif), ada hubungan dengan penyakit tertentu, dan ditemukan pada organ-organ yang termasuk RES.
Macam Amilodosis:
a. Amilodosis primer
b. Amilodosis sekunder
c. Amilodosis pada multiple myeloma
d. Amilodosis local (setempat), bila tidak dirawat akan menjadi amilodosis umum.

a. Amilodosis primer
Ini tidak diketahui penyebabnya yang jelas (idiopatik). Organ yang terkena antaralain jaringan otot, tract digostricus, jantung dan lidah. Komplikasinya yaitu pada otot, serat-serat otot diganti / ditimbun bahan amiloid.

b. Amilodosis sekunder
Terjadi secara sekunder, sebagai komplikasi penyakit lain (didahului oleh penyakit lain). Misal oleh penyakit tuberkolusa, osteo myelitis khronis supurativa, lepra, tumor ganas. Organ yang terkena antara lain limpa, ginjal dan anak ginjal, hati, dan sel getah bening.
c. Amilodosis pada Multiple Myeloma (tumor pada myeloma)
Multiple myeloma adalah tumor ganas yang HPA mengandung banyak sel plasma. Dasar etiologinya adalah reaksi imunologi. Pada umumnya 30% kasus multiple myeloma disertai amilodosis primer.

d. Amilodosis Lokal
Amilodosis local terjadi pada tempat-tempat tertentu.
Phatogenesa:
• Merupakan permulaan dari amilodosis primer yang umum (menyeluruh)
• Pada penderita dengan penyakit lain misalnya diabetes militus (pada lympha / kelopak mata)
• Penderita yang lanjut usia (pada pancreas)
• Penyakit trachoma (timbul bintil-bintil pada kelopak mata amiloid tumor)

7. Degenerasi Zenker
Dahulu dikenal sebagai degenerasi hyaline pada otot sadar yang mengalami nekrosis. Otot yang mengalami degenarasi zenker adalah otot rektus abdominis dan diafragma, warna mirip hyaline, serat-serat otot menjadi hilang & diganti dengan jaringan homogen mirip wax-waxy degeneration. Degenerasi ini kadang kala ditemukan pada pneumonia dan tifus abdominalis stadium terminal.
3.1 Degenerasi pada Jaringan Keras Rongga Mulut
3.1.1. Degenerasi pada Alveolar Bone
Gambarannya berupa Alveolar ridge flat yNg disebabkan oleh :
1. Berhubungan dengan perlekatan dari Gingiva.Perlekatan gingival dengan bertambahnya umur maka gingival attachment mengalami penurunan.
2. Karena kehilangan gigi > alveolar flat
Remodelling tulang :
Tulang tua > remodeling sd 35 tahun (oleh osteoklas dan osteoblas) > tulang baru
Puncak masa tulang pada umur 35 tahun, dimana usia menopause,osteoklas akan lebih banyak mengambil massa tulang,daripada pementukan yang dilakukan oleh osteoblas
Estrogen : Mengontrol degenersai,tidak dapat mengonrol sintesis interleukin
Pada Maksilla
• setelah mengalami resorpsi, lengkung rahangnya semakin sempit dibandingkan pada saat gigi-geligi masih ada.
• Resorpsi di bag anterior os maxilla dapat mencapai basis dari spina nasalis anterior
• atropi di regio molar dapat mencapai crista zygomaticus (proc.zygomaticus ossis maxillaris)
• resorpsi bagian posterior lengkung maxilla: letak hamulus pterygoidei berada dibawah batas tulang alveolar rahang ats
• Sinus maxillaris tetap berkembang, bila resorpsi tul alveolar besar, dinding dasar sinus menjadi sangat tipis
Pada mandibula
• resorpsi yang terjadi pada bagian anterior mencapai batas protuberantia mentale (ventral) dan spina mentalis (dorsal)
• Bagian posterior lengkung mandibula, resorpsi hingga mencapai batas linea obliqua externa
• Bila resorpsinya sangat hebat, dinding cranial canalis mandibularis menjadi sangat tipis. Begitu pula foramen mentale dapat terbuka hingga batas itu.

• Secara intra oral Plica Sublingualis tampak lebih tinggi dari batas tulang alveolar rahang bawah
• Resorpsi hebat juga mengakibatkan lengkung rahang mandibula semakin lebar dibanding lengkung gigi-geliginya, sehingga posisinya menjadi prognathi
• ramus mandibula semakin condong ke arah posterior, sehingga angulus mandibula menjadi tumpul kembali

3.1.2. Degenerasi pada Pulpa
Degenarasi pulpa ini jarang ditemukan namun perlu diikutkan pada suatu deskripsi penyakit pulpa. Degenerasi pulpa pada umunya ditemui pada penderita usia lanjut yang dapat disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten. Kadang-kadang dapat juga ditemukan pada penderita muda seperti pengapuran. Degenerasi pulpa ini tidak perlu berhubungan dengan infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan mungkin dijumpai pada gigi yang terpengaruh. Tingkat awal degenerasi pulpa biasanya tidak menyebabkan gejala klinis yang nyata. Gigi tidak berubah warna, dan pulpa bereaksi secara normal tehadap tes listrik dan tes termal. Ada beberapa macam degenerasi pulpa yaitu degenerasi kalsifik, degenerasi atrofik, degenerasi fibrous.
Perubahan pulpa
• volume ruangpulpa menyempit ok/dentin reparative
• jumlah sel berkurang, jumlah saraf bertambah
• secara histologis, jaringan pulpa terlihat lebih padat dapat terjadi pengapuran yang tidak teratur (pulp stones) tjd pengurangan jumlah dan penurunan kualitas dinding pembuluh >reaktifitas berkurang

1. Degenerasi Klasifik
Pada degenerasi kalsifik, sebagian jaringan pulpa digantikan oleh bahan mengapur; yaitu terbentuk batu pulpa atau dentikel. Kalsifikasi ini dapat terjadi baik di dalam kamar pulpa ataupun saluran akar tapi umumnya dijumpai pada kamar pulpa. Bahan mengapur mempunyai struktur berlamina seperti kulit bawangdan terletak tidak terikat di dalam badan pulpa. Dentikel atau batu pulpa demikian dapat menjadi cukup besar untuk memberikan suatu bekas pada kavitas pulpa bila massa mengapur tersebut dihilangkan. Pada jenis kalsifikasi lain, bahan mengapur terikat pada dinding kavitas pulpa dan merupakan suatu bagian utuh darinya. Tidak selalu mungkin membedakan satu jenis dari jenis lain pada radiograf
Diduga bahwa batu pulpa dijumpai pada lebih dari 60% gigi orang dewasa. Batu pulpa dianggap sebagai pengerasan yang tidak berbahaya, meskipun rasa sakit yang menyebar pada beberapa pasien dianggap berasal dari kalsifikasi ini pada pulpa.
Gigi dengan batu pulpa juga dicurigai sebagai focus infeksi oleh beberapa klinisi. Tidak ditemukan perbedaan dalam insidensi batu pulpa antara kelompok pasien yang menderita encok dan kelompok control normal dengan umur yang kira-kira sama.
Pada Degenerasi Kalsifik dapat ditemukan :
• Sebagian / beberapa bagian jaringan pulpa yang mengalami pengalaman
• Terbentuk batu pulpa / dentikel
• Dapat terjadi di kamar pulpa atau saluran akar
• Bentuk pengapuran :
Luas & tidak padat (diffuse)
Kecil & padat (batu pulpa/dentikel)
• Hanya dapat dilihat melalui rontgen foto
Penyebab : Terjadi setelah pulpitis, keradangan → jaringan ikat melokalisir radang → jaringan fibrosa mengalami pengapuran → diffuse
• Pada orang muda – krn rangsang terus menerus
• Pada orang tua – dapat terjadi tanpa penyebab
Teori terjadinya dentikel
• Bersama dengan pembentukan gigi dimana :
Sesudah gigi erupsi → nyeri tanpa ada tanda-tanda radang → rontgen foto
Pembentukan Dentikel
 Selapis demi selapis ( konsentris )
 Struktur berlamina seperti kulit bawang
● Dapat terikat / tidak dengan dentin
● Dapat membesar & menyumbat saluran akar
Macam Dentikel
1. True Denticle
→ dibentuk oleh odontoblos
→ seperti dentin sekunder
2. False Denticle
→ dari jaringan pulpa yang
mengalami pengapuran

2. Degenerasi Atrofik
Degenerasi atrofik, tidak ada diagnosis kliniknya, pada jenis degenerasi ini sering terjadi pada penderita usia lanjut. Secara histopatologis dijumpai lebih sedikit sel-sel skelat, dan cairan interselular meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif daripada normal. Yang disebut ”atrofi retikuler” adalah suatu artifiak (artifact) dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif dalam mencapai pulpa. Biasanya terlihat saluran akarnya sempit dan seringkali menyulitkan bila dilakukan perawatan saluran akar.
Pada degenerasi atrofik sering ditemukan adanya :
= Atrophia pulpae/pengecilan pulpa
• Penyebab tidak jelas
• Terdapat pada gigi yang tidak berfungsi, misal : pada gigi yang tertanam
• Terjadi pada orang tua → atrofik fisiologis / atrofik senilis
• Histopatologis : sel stelat menurun, cairan intersellular meningkat, jaringan pulpa kurang sensitif
• Gejala : tidak ada keluhan
• Pemeriksaan
Visual : normal
EPT : hampir tidak bereaksi / lebih besar dari normal
Termis : hampir tidak bereaksi
Rő Foto : pulpa dan saluran akar mengecil

3. Degenerasi Fibrous
Degenerasi fibrous, bentuk degenerasi pulpa ini ditandai dengan pergantian elemen selular oleh jaringan penghubung fibrus. Dapat terlihat jelas pada saat pengambilan jaringan pulpa berupa jaringan keras. Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus untuk membantu dalam diagnosa klinik.
Pada degenerasi Fibrous,sering terjadi :
Terdapat pada gigi dg alveolus socket yg dalam & pulpitis kronis
• Gejala : tidak ada keluhan
• Pemeriksaan : Tes termis, EPT → hampir tidak bereaksi
Rő foto : normal, kadang-kadang resorpsi tl. Alveolar
Visual : sulit untuk mendiagnosa
• Histopatologis : proses deg. fibrosa

4. Artifak Pulpa
Pernah diperkirakan bahwa vakuolisasi odontoblas adalah suatu jenis degenerasi pulpa ditandai dengan ruang kosong yang sebelumnya diisi oleh odontoblas. Kemungkinan ini adalah suatu artifak yang disebabkan karena fiksasi jelek specimen jaringan. Degenerasi lemak pulpa, bersama-sama dengan atrofi reticular dan vakuolasasi, semuanya mungkin artifak dengan sebab sama, yaitu fiksasi yang tidak memuaskan.Sering ditemukannya gambaran :
• Ruang kosong
→ vakuolisasi odontoblas
• Krn :
– fiksasi spesimen jaringan → jelek
– Degenerasi lemak + atrofi retikuler

5. Metastasis sel-sel tumor
Metastasis sel-sel tumor ke pulpa gigi jarang terjadi, kecuali mungkin pada tingkat akhir. Mekanisme terjadinya keterlibatan pulpa demikian pada kebanyakan kasus adalah perluasan local langsung dari rahang. Satu laporan mencatat keterlibatan pulpa gigi molar pada pasien berusia 11 tahun dengan kondromiksosarkoma rahang bawah. Dari 39 pasien yang diperiksa dengan tumor maligna di dalam mulut, hanya satu di mana ditemuka sel-sel tumor di dalam pulpa.

3.1.3. Degenerasi pada Dentin
Pada degenerasi yang terjadi pada dentin, dapat ditemukan perubahan berupa :
• dapat tjd dentin sklerotik dan dentin tertier
• dapat terjadi dead tract = tubuli dentin yang kosong krn pengerutan cabang odontoblas atau kematian odontoblas. Pada sediaan terlihat sebagai bercak hitam di dentin mahkota

3.1.4. Resorbsi Internal
Resorpsi internal adalah suatu proses idiopatik progresif resorptif yang lambat atau cepat yang timbul pada dentin kamar pulpa atau saluran akar gigi.
Penyebab resorpsi internal masih belum diketahui secara pasti, namun seringkali penderita mempunyai riwayat trauma. Ada yang beranggapan bahwa resorpsi internal dapat terjadi sebagai akibat inflamasi pulpa.
Resorpsi internal pada akar gigi adalah asimtomatik. Pada mahkota gigi, resorpsi internal dapat terlihat sebagai daerah yang kemerah-merahan disebut ”bintik merah muda” (”pink spot”). Daerah kemerah-merahan ini menggambarkan jaringan granulasi yang terlihat melalui daerah mahkota yang teresorpsi.
Pada pemeriksaan histipatologi, tidak seperti karies, resorpsi internal adalah hasil aktivitas osteoklastik. Ciri proses resorpsi adalah lakuna yang mungkin terisi oleh jaringan osteoid. Jaringan osteoid dapat dianggap sebagai usaha perbaikan. Adanya jaringan granulasi menyebabkan perdarahan banyak bila pulpa diambil. Dijumpai sel-sel raksasa bernukleus banyak atau dentinoklas. Pulpa biasanya menderita inflamasi kronis. Kadang-kadang terjadi metaplasia pulpa yaitu transformasi ke jenis jaringan lain seperti tulang atau sementum.
Perawatan yang dapat dilakukan pada kasus resorpsi internal adalah eksterpasi pulpa untuk menghentikan proses resorpsi internalnya. Diindikasikan perawatan endodontik rutin, tetapi obturasi kerusakan memerlukan suatu bahan khusus, lebih diutamakan dengan cara guta-percha. Pada kebanyakan pasien, resorpsi internal berkembang tanpa terlihat karena tidak menimbulkan rasa sakit, sampai akar berlubang. Dalama kasus seperti ini, pasta kalsium hidroksida dimampatkan pada saluran akar dan diperbaharui secara periodik sampai kerusakan menjadi baik. Perbaikan selesai bila terjadi rintangan atau karies mengapur, baru kemudian diisi dengan gutta-percha.
Prognosis adalah terbaik sebelum terjadi perforasi akar atau mahkota. Jika telah terjadi perforasi akar-mahkota, prognosisnya berhati-hati dan tergantung pada terbentuknya rintangan mengapur atau pembukaan ke perforasi yang memungkinkan perbaikan secara bedah.
Resorpsi dibagi menjadi 3
1. resorpsi permukaan. Pemeriksaan mikroskopik pada gigi yang telah direplantasi mengungkapkan adanya lacuna resorpsi di dalam sementum. Hal ini biasanya tidak terlihat dalam radiograf. Resorpsi ini direparasi dengan deposisi sementum yang mencerminkan adanya penyembuhan
2. resorpsi inflamasi. Resorpsi inflamasi ini terjadi sebagai suatu respons terhadap keberadaan pulpa nekrosis yang terinfeksi bersama-sama dengan cedera pada ligament periodontium. Resorpsi ini terjadi pada gigi yang direplantasikan serta pada cedera luksasi lain. Resorpsi ini ditandai oleh adanya struktur gigi dan tulang di sebelahnya yang hilang. Resorpsi biasanya mereda setelah pulpa nekrosisnya dibuang, jadi prognosisnya baik. Oleh karena itu, perawatan saluran akar dianjurkan secara rutin pada gigi replantasi dengan apeks tertutup.
3. resorpsi penggantian. Pada resorpsi ini, struktur gigi diresorpsi dan digantikan oleh tulang.
Perubahan yang sering ditemukan yaitu :
• Resorpsi idiopatik progresif
• Cepat / lambat
• Terjadi pada dentin kamar pulpa / sal. akar
Histopatologi
• Hasil aktivitas osteoklastik
• Proses resorptif, ciri : → lakuna terisi jaringan osteoid →jaringan untuk perbaikan → jaringan granulasi – perdarahan banyak bila pulpa diambil →tiap sel raksasa bernukleus banyak→ pulpa biasanya inflamasi kronik kadang terjadi metaplasia pulpa.
Etiologi
• Tidak diketahui dengan pasti
• Tidak ada keluhan, kecuali bila terjadi perforasi
• Riwayat trauma
Gejala-gejala :
• Asimptomatik, kecuali bila terjadi perforasi
• Pada mahkota gigi → “pink spot”

3.2 Degenerasi pada Jaringan Lunak Rongga Mulut
3.2.1. Degenerasi pada Kelenjar Saliva
Perubahan pada kelenjar saliva
• Penurunan kecepatan aliran saliva bila ada rangsangan
• kecepatan biosintesis protein menurun karena sel-sel asini mengalami atrofi, shg jumlah protein dlm saliva berkurang
• penurunan sekresi saliva lebih disebabkan oleh penyakit sistemik atau penggunaan obat pada keadaan tertentu
• terjadi perubahan2 patologis dalam kelenjar saliva:
– sel parenkim digantikan oleh sel lemak
– perubahan struktur sel tu pada inti dan sitoplasma
– metaplasia pada duktus kecil
– akumulasi jaringan limfoid
• Pada pars terminalis kelenjar saliva, jar lemak menggantikan sel-sel asini (tu parotis), sedangkan jar fibrosa banyak ditemukan pada kel submandibularis dan kelenjar minor
terjadi perubahan enzimatik kelenjar saliva
terdapat peningkatan sekresi musin yang disertai dengan peningkatan viskositas saliva
konsentrasi Natrium dan klorida saliva menurun

3.2.2. Degenerasi pada Lidah
Perubahan lidah
• Mengalami penurunan tonus otot
• ukuran tidak berubah kecuali pd kehilangan gigi
• papila lidah berkurang juga ukurannya, biasanya dimulai dari ujung dan sisi lateral lidah
• dpt tjd pengurangan taste buds  penurunan sensitifitas
Patologis
- Penyakit sistemik
- Medikasi
- Kebiasaan buruk
3.2.3. Degenerasi pada Mukosa Rongga Mulut
Perubahan mukosa
• Secara klinis terlihat atrofi mukosa dan warna yang lebih pucat
• pada lapisan epitel, kemampuan mitosis berkurang disertai pergantian epitel yang lambat
• Proses keratinisasi berlangsung lambat dan lapisan epitel terlihat tipis
• pada lamina propria dan submukosa terjadi perubahan yang mirip dengan lapisan dermis
• Sel-sel mengalami perubahan terutama sel fibroblas
• Serat elastin dan kolagen bertambah tebal dan memadat
Patogenesis : Penurunan proloferasi epitel , menyebabkan penipisan mukosa, pengasaran serabut kolagen
Pemeriksaan : HPA
Pada lamina Propria dan lapisan submukosa trjadi perubahan yang mirip dengan lapisan dermis.





3.3 Degenerasi pada Komponen Musculoskeletal
3.3.1. Degenerasi pada Tulang
1. Klasifikasi
Osteoporosis primer
Osteoporosis primer sering menyerang wanitapaska menopause dan juga pada pria usia lanjut dengan penyebab yang belum diketahui.
Osteoporosis sekunder
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
• Cushing's disease
• Hyperthyroidism
• Hyperparathyroidism
• Hypogonadism
• Kelainan hepar
• Kegagalan ginjal kronis
• Kurang gerak
• Kebiasaan minum alkohol
• Pemakai obat-obatan/corticosteroid
• Kelebihan kafein
• Merokok
2. Etiologi
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
3. Gejala Klinis
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala.
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
4. Patogenesis
Mekanisme yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam tulang normal, terdapat matrik konstan remodeling tulang; hingga 10% dari seluruh massa tulang mungkin mengalami remodeling pada saat titik waktu tertentu. Proses pengambilan tempat dalam satuan-satuan multiseluler tulang (bone multicellular units (BMUs)) pertama kali dijelaskan oleh Frost tahun 1963.[1] Tulang diresorpsi oleh sel osteoklas (yang diturunkan dari sumsum tulang), setelah tulang baru disetorkan oleh sel osteoblas.
Osteoporosis adalah suatu penyakit kelainan pada tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, kerusakan tubuh atau arsitektur tulang sehingga tulang mudah patah.
Osteoporosis adalah penyakit degeneratif yaitu suatu penyakit yang berhubungan dengan usia. Tapi Osteoporosis bisa dihindari atau dicegah agar jangan terjadi akibat yang lebih fatal yaitu patah tulang.

Secara normal di tubuh kita terjadi suatu tahapan yang disebut REMODELLING TULANG, yaitu suatu proses pergantian tulang yang sudah tua untuk diganti dengan tulang yang baru. Hal ini sudah terjadi pada saat pembentukan tulang mulai berlangsung sampai selama kita hidup.
Proses Remodelling tulang tersebut dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini :

Setiap saat terjadi remodeling tulang di tulang manusia. Proses remodeling ini dimulai dengan terjadinya resorpsi atau penyerapan atau penarikan tulang oleh sel tulang yaitu OSTEOKLAS, kemudian tulang yang sudah diserap itu tadi akan diisi oleh tulang yang baru dengan bantuan sel tulang yang bernama OSTEOBLAS.
Kejadian ini adalah suatu keadaan yang normal, dimana pada saat proses pembentukan tulang sampai umur 30 – 35 tahun, jumlah tulang yang diserap atau diresorpsi sama dengan jumlah tulang baru yang mengisi atau menggantikan sehingga terbentuk PUNCAK MASSA TULANG, tapi setelah berumur 35 tahun keadaan ini tidak berjalan dengan seimbang lagi dimana jumlah tulang yang diserap lebih besar dari jumlah tulang baru yang menggantikan. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada OSTEOPOROSIS.

Perubahan Fisik yang terjadi karena Osteoporosis

5. Faktor Penyebab Osteoporosis
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktor–faktor yang beresiko terkena osteoporosis, antara lain :
• Wanita, wanita lebih beresiko terhadap pria
• Berusia di atas 50 tahun
• Post menopause
• Kekurangan hormon estrogen
• Mengalami pengangkatan rahim / ovarium
• Kurang kalsium
• Kurang sinar matahari dan kurang vit. D
• Kurang aktifitas fisik
• Histori keluarga ada yang osteoporosis
• Perawakan kurus, tulang kecil
• Orang asia lebih beresiko dibanding orang eropa
• Perokok
• Peminum kopi dan cola / minuman bersoda
• Peminum alcohol
• Pengguna obat–obatan seperti Kortison, Prednison, Anti konvulsan, hormon tiroid
Wanita memiliki hormon estrogen yang dihasilkan setiap mengalami siklus menstruasi, dimana hormon ini merupakan suatu hormon yang berfungsi sebagai PELINDUNG TULANG. Jadi bagi wanita yang mengalami gangguan siklus haid beresiko mengalami osteoporosis. Bila wanita mengalami MENOPAUSE yaitu suatu fase dimana wanita sudah tidak bisa haid lagi, maka hormon estrogen sama sekali tidak bisa dihasilkan. Hal ini akan mengakibatkan tidak adanya hormon yang melindungi tulang, sehingga tulang mudah patah.
6. Gejala-Gejala Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang biasanya tidak diikuti gejala, makanya sering disebut sebagai THE SILENT THIEF.
Tapi ada beberapa gejala yang bisa jadi dasar untuk menentukan seseorang terkena osteoporosis atau tidak :
• Adanya nyeri di tulang belakang, pergelangan tangan, pangkal paha
• Adanya nyeri dan rasa sakit pada tulang leher
• Adanya kecenderungan penurunan tinggi badan
• Postur tubuh kelihatan memendek
Akibat Osteoporosis
• Nyeri pada tulang
• Tubuh makin lama makin memendek (bungkuk)
• Tulang menjadi mudah patah
o Biaya perawatan besar
o Kecacatan
o Ketergantungan pada orang lain
o Kualitas hidup menurun
o Kematian
Biasanya orang baru menyadari terkena osteoporosis setelah mengalami PATAH TULANG( FRAKTUR ). Untuk itu bila diantara kita mempunyai factor resiko terkena OSTEOPOROSIS cegahlah dari sekarang biar nanti jangan menjadi fatal.
7. Pemeriksaan.
Untuk mengetahui apakah kita terkena OSTEOPOROSIS atau tidak, maka kita perlu mengetahui keadaan MASSA TULANG kita dari sekarang..
Ada tiga cara pemeriksaan dini Osteoporosis :
1. DENSITOMETRY
2. LABORATORIUM
3. RADIOLOGI
Diantara ketiga pemeriksaan diatas, DENSITOMETRY merupakan pemeriksaan yang paling akurat karena yang diukur adalah MASSA TULANG.
Prinsip Pemeriksaan Densitometry :

Pada pengukuran dengan alat DENSITOMETRY, si pasien akan diukur BMDnya.
BMD itu adalah ukuran kepadatan tulang.
Angka BMD –1 sampai Positif termasuk NORMAL
Angka BMD –1 s.d –2,5 termasuk OSTEOPENIA
Angka BMD dibawah –2,5 termasuk OSTEOPOROSIS
Dari pengukuran BMD ini kita bisa mengantisipasi untuk hal – hal yang lebih parah dengan prinsip:
• Bila BMD kita NORMAL, maka usahayang kita lakukan adalah mempertahankan agar tetap NORMAL
• Bila BMD kita OSTEOPENIA, kita harus terapi atau obati agar menjadi NORMAL
• Bila BMD kita OSTEOPOROSIS, kita harus obati agar jangan menjadi parah yang bisa mengakibatkan tulang patah.

3.3.2. Degenerasi pada Komponen TMJ

Perubahan umum yang dapat terjadi karena pengaruh usia pada TMJ adalah :
• berkurangnya kemampuan proliferasi sel secara keseluruhan> kemampuan reparasi menurun
• menurunnya kemampuan reaksi jaringan terhadap rangsangan pertumbuhan
• penurunan respon imun
• penurunan kemampuan pembentukan protein akibat rangsang dari luar
• penurunan sintesa serat kolagen

1. Perubahan pada jar tulang rawan sendi
• pengurangan ketebalan lapisan fibrokartilago pd permukaan kondilus sendi
• terjadi degenerasi kondrosit penurunan kemampuan kartilago terhadap rangsang tekanan
• pengurangan jumlah, ukuran dan berat molekul inti protein dari proteoglikan serta tjd perubahan komposisi glikosaminoglikan menurunkan kemampuan tulang rawan sendi thd rangsang tekanan
Osteoartritis (OA) adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan dengan degenerasi tulang dan kartilago yang paling sering terjadi pada usia lanjut.
Osteoartritis, yang juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif, artritis degeneratif, osteoartrosis, atau artritis hipertrofik, merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi.
Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan, kaki, panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia.
1. Etiologi.
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut denganosteoartritis idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi akibat trauma pada sendi, infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik., yang disebut dengan osteoartritis sekunder. Onset usia pada osteoartritis sekunder tergantung pada penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini dapat berkembang pada dewasa muda, dan bahkan anak-anak, seperti halnya pada orang tua. Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara osteoartritis primer dengan umur. Presentasi orang yang memiliki osteoartritis pada 1 atau beberapa sendi meningkat dari dibawah 5% dari orang-orang dengan usia antara 15-44 tahun menjadi 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90% pada usia diatas 65 tahun. Selain hubungan erat ini dan pandangan yang luas bahwa osteoartritis terjadi akibat proses wear & tear yang normal dan kekakuan sendi pada orang-orang dengan usia diatas 65 tahun, hubungan antara penggunaan sendi, penuaan, dan degenerasi sendi masih sulit dijelaskan. Terlebih lagi, penggunaan sendi selama hidup tidak terbukti menyebabkan degenerasi. Sehingga, osteoartritis bukan merupakan akibat sederhana dari penggunaan sendi.
Meskipun akhiran –itis menunjukkan bahwa osteoartritis merupakan suatu penyakit inflamasi dan ada beberapa bukti sering terjadi sinovitis, inflamasi bukan merupakan komponen utama dari kelainan yang terjadi pada pasien. Tidak seperti kerusakan sendi yang disebabkam oleh inflamasi sinovial, osteoartritis merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel dan matrik yang berakibat kerusakan struktur dan fungsi kartilago artikuler, diikuti dengan reaksi perbaikan dan remodeling tulang. Karena reaksi perbaikan dan remodeling tulang ini, degenerasi permukaan artikuler pada osteoartritis tidak bersifat progresif, dan kecepatan degenerasi sendi bervariasi pada tiap individu dan sendi. Osteoartritis sering terjadi, tapi pada sebagian besar kasus osteoartritis berkembang lambat selama bertahun-tahun, meskipun dapat menjadi stabil atau bahkan membaik dengan spontan dengan restorasi parsial yang minimal dari permukaan sendi dan pengurangan gejala.
Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk sendi sinovial, termasuk rawan sendi, tulang subchondral, tulang metafise, synovium, ligamen, kapsul sendi, dan otot – otot yang bekerja melalui sendi; tetapi perubahan primer meliputi kerusakan rawan sendi, remodeling tulang subchondral, dan pembentukan osteofit.
Perubahan struktur tulang rawan sendiyang paling dini terlihat pada osteoartritis adalah kerusakan atau fibrilasi zona superfisial sampai ke zona transisional dan violasi oleh pembuluh darah tulang subchondral. Berberapa peneliti memperkirakan bahwa kekakuan tulang subchondral menyebabkan dan mempercepat degenerasi rawan sendi, dan progresi degenerasi kartilago mengakibatkan kekakuan tulang subchondral, tapi beberapa peneliti lain mengatakan bahwa kerusakan tulang rawan sendimeningkatkan stress pada tulang subchondral yang menyebabkan remodeling tulang.
Degenerasi kartilago artikuler dan remodeling tulang subchondral muncul pada pasien yang mengeluhkan gejala, dan kerusakan rawan sendilah yang mengakibatkan kerusakan fungsi sendi.
Walaupun insidens OA meningkat dengan bertambahnya usia, ternyata proses OA bukan sekedar suatu proses wear and tear yang terjadi pada sendi di sepanjang kehidupan. Dikatakan demikian karena beberapa hal.
1) Perubahan biokimiawi rawan sendi pada tingkat molekuler yang terjadi akibat proses menua berbeda dengan yang terjadi pada rawan sendi akibat OA.
2) Perubahan menyerupai OA dapat terjadi pada rawan sendi percobaan berusia muda yang dirangsang dengan berbagai trauma seperti tekanan mekanik dan zat kimia.
Penyebab OA bukan tunggal, OA merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktor, antara lain usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan. Menipisnya rawan sendi diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki kerusakan. Perubahan itu adalah penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular dan struktur tulang
2. Patogenesis
a. .Tulang rawan sendi
Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi makromolekul matriks, atau perubahan metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.
Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks. Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak, mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendidisertai dan diperparah oleh penurunan respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum diketahui, namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan downregulasi respon kondrosit terhadap sitokin anabolik.
b. Perubahan Tulang.
Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi meliputi peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-rongga yang menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini muncul paling sering pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang berbentuk bulan sabit (crescent).Peningkatan densitas tulang merupakan akibat dari pembentukan lapisan tulang baru pada trabekula biasanya merupakan tanda awal dari penyakit degenerasi sendi pada tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga – rongga terbentuk sebelum peningkatan densitas tulang secara keseluruhan. Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi telah rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini berartikulasi dengan permukaan tulang “denuded” dari sendi lawan. Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan dapat mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan tungkai yang terlibat.
Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal. Permukaan yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul pada permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi (osteofit kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang mengalami degenerasi disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat tampak sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat diraba, nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap sendi memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul, osteoarthritis biasanya membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap proses degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk pelepasan sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik kartilageneus.
c. Jaringan Periartikuler.
Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari synovium, ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat. Membran sinovial sering mengalami reaksi inflamasi ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang rawan sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya penggunaan sendi dan penurunan ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini sering mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.
3. Faktor Resiko.
Predisposisi genetik dan kelemahan sendiri merupakan faktor resiko osteoartritis sedangkan usia merupakan faktor resiko yang paling penting. Bebannya mekanik yang mempengaruhi kemampuan sendi memperbaiki atau mempertahankan dirinya juga merupakan faktor bentuk sendi post trauma, instabilitas, atau alignment dan displasia sendi dapat menghasilkan tekanan mekanik yang merusak permukaan sendi tulang rawan.
a. Usia
Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. Sel-sel ini mensintesis aggrecans yang lebih kecil dan protein penghubung yang kurang fungsional sehingga mengakibatkan pembentukan agregat proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotik dan sintesis menurun dengan bertambahnya usia, dan mereka kurang responsif terhadap sitokin anabolik dan rangsang mekanik.
b. Beban Sendi yang Berlebihan dan Berulang-ulang.
Pemeliharaan struktur dan fungsi sendi synovial yang normal dilakukan melalui penggunaan sendi yanng teratur dalam aktivitas sehari-hari. Namun, beban berlebihan dan berulang-ulang dari sendi yang normal dapat meningkatkan resiko kerusakan degeneratif pada sendi

2. Perubahan jaringan synovial
• cairan synovial akan berkurang  mempengaruhi kelancaran pergerakan dari diskus artikularis
• akibat lebih lanjut  terjadi krepitasi pada gerak sendi
• pada keadaan lebih parah dapat merobek atau merusak diskus artikularis

3. Perubahan pada ligamentum sendi
• pengurangan ketebalan kapsula sendi
• pengurangan daya tahan regangan dari serat kolagen yang membentuk ligamentum TMJ  penurunan keleluasaan artikulasi sendi TMJ
• Sintesa kolagen juga akan menurun  bila tjd kerusakan ligamentum, proses reparasi juga melambat

3.3.3. Degenerasi pada Muscullus
Pada Muscullus pengunyahan maupun musculus pengunyahan yang lainnya, seiring dengan bertambahnya umur maka otot-otot mengalami atrofi yang menyebabkan otot terlihat mengendur ataupun mengecil disertai dengan keriput.

BAB IV
KESIMPULAN
1. Degenerasi Berdasarkan Deposit Timbunan Bahan-bahan Metabolik
Degenerasi merupakan kemunduran sel oleh karena padanya terjadi gangguan metabolisme sehingga tertimbun (akumulasi) bahan-bahan metabolit, yang normal tidak tampak dalam jumlah sedikit, sehingga sel menjadi bengkak dan sakit.
2. Macam-macam proses degenerasi (tergantung macam bahan yang terganggu metabolismenya)
• Degenerasi lemak (lemak)
• Degenerasi keruh (H2O)
• Degenerasi lender/complek (sel hidrat arang dan protein)
• Degenerasi hyaline (protein)
• Degenerasi lemak Amiloid (Glocoprotein)
• Zanker (Asam lactic)
3. Degenerasi pada jaringan keras rongga mulut Alveolar Bone dapat berupa osteoporosis,sedangkan pada Pulpa berupa Degenerasi Klasifik, Degenerasi Atrofik, Degenerasi Fibrous , Artifak Pulpa , Metastasis sel-sel tumor.Degenerasi pada dentin serta resorbsi internal dapat pula terjadi.
4. Degenerasi pada jaringan lunak rongga mulut dapat terjadi pada : Kelenjar Saliva, Lidah,Mukosa Rongga Mulut.
5. Degenerasi pada Komponen Musculoskeletal yaitu : Degenerasi pada Tulang, Degenerasi pada Komponen TMJ yang terdiri dari : Perubahan pada jar tulang rawan sendi, Perubahan jaringan synovial, Perubahan pada ligamentum sendi, dan terdapat pula Degenerasi pada Muscullus

DAFTAR PUSTAKA
Grossman LI. 1998. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger.
Walton and Torabinajed. 1996. Prinsip dan Praktik Endodonsi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
Barrack L, Booth E, et all. 2006. OKU : Orthopaedic Knowledge Update 3. Hip and Knee Reconstruction Chapter 16 : Osteoarthritis dan Arthritis Inflamatoric.
Chapman, Michael W et al. 2001. Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd edition. Chapter 107: Osteotomies of The Knee For Osteoarthritis. Lippincott Williams & Wilkins. USA
Fransisca, Frank J et al. 2007. 5-Minutes Orthopaedic Consult 2nd edition. Lippincott Williams & Wilkins.USA
Isbagio, Harry. 2000. CDK: Struktur Rawan Sendi dan Perubahannya pada Osteoartritis. Cermin Dunia Kedokteran

2 komentar: